Berbicara masalah tahnik, tahnik itu adalah tuntunan yang haq terhadap kesehatan bayi yang terbukti secara ilmiah manfaatnya.
Tahnik itu berasal dari kata hanak (حنك), hanak itu artinya langit-langit mulut. Jadi proses tahnik itu adalah kurma yang dikunyah oleh seseorang yang shalih atau orang tuanya yang dikunyah sampai lumat kemudian dikolohkan atau di putar di rongga mulut bayi atau digosok-gosok ke rongga mulut bayi, terutama di tempat tumbuhnya gigi bayi dan yang paling inti adalah di langit-langit mulut bayi.
Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah menjelaskan pengertian tahnik,
والتحنيك مضغ الشيء ووضعه في فم الصبي ودلك حنكه به يصنع ذلك بالصبي ليتمرن على الأكل ويقوى عليه وينبغي عند التحنيك أن يفتح فاه حتى ينزل جوفه وأولاه التمر فإن لم يتيسر تمر فرطب وإلا فشيء حلو وعسل النحل أولى من غيره
“Tahnik ialah mengunyah sesuatu kemudian meletakkan/ memasukkannya ke mulut bayi lalu menggosok-gosokkan ke langit-langit mulut. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar bayi terlatih dengan makanan, juga untuk menguatkannya. Yang patut dilakukan ketika mentahnik hendaklah mulut (bayi tersebut) dibuka sehingga (sesuatu yang telah dikunyah) masuk ke dalam perutnya. Yang lebih utama, mentahnik dilakukan dengan kurma kering (tamr). Jika tidak mudah mendapatkan kurma kering (tamr), maka dengan kurma basah (ruthab). Kalau tidak ada kurma, bisa diganti dengan sesuatu yang manis. Tentunya madu lebih utama dari yang lainnya.”[1] Kemudian orang yang mentahnik itu mendoakan keberkahan untuk sang bayi. Makanya kita kalau mentahnik itu kita memilih seseorang yang kita yakini memberikan dampak kebaikan untuk anak tersebut, misalnya seorang ulama, ustadz, orang shalih ataupun orang tuanya sendiri.
Karena di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, apabila para sahabat memiliki anak, mereka membawanya kepada Rasulullah untuk ditahnik.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ – رضى الله عنه – قَالَ كَانَ ابْنٌ لأَبِى طَلْحَةَ يَشْتَكِى ، فَخَرَجَ أَبُو طَلْحَةَ ، فَقُبِضَ الصَّبِىُّ فَلَمَّا رَجَعَ أَبُو طَلْحَةَ قَالَ مَا فَعَلَ ابْنِى قَالَتْ أُمُّ سُلَيْمٍ هُوَ أَسْكَنُ مَا كَانَ . فَقَرَّبَتْ إِلَيْهِ الْعَشَاءَ فَتَعَشَّى ، ثُمَّ أَصَابَ مِنْهَا ، فَلَمَّا فَرَغَ قَالَتْ وَارِ الصَّبِىَّ . فَلَمَّا أَصْبَحَ أَبُو طَلْحَةَ أَتَى رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَأَخْبَرَهُ فَقَالَ « أَعْرَسْتُمُ اللَّيْلَةَ » . قَالَ نَعَمْ . قَالَ « اللَّهُمَّ بَارِكْ لَهُمَا » . فَوَلَدَتْ غُلاَمًا قَالَ لِى أَبُو طَلْحَةَ احْفَظْهُ حَتَّى تَأْتِىَ بِهِ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – فَأَتَى بِهِ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – وَأَرْسَلَتْ مَعَهُ بِتَمَرَاتٍ ، فَأَخَذَهُ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ « أَمَعَهُ شَىْءٌ » . قَالُوا نَعَمْ تَمَرَاتٌ . فَأَخَذَهَا النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – فَمَضَغَهَا ، ثُمَّ أَخَذَ مِنْ فِيهِ فَجَعَلَهَا فِى فِى الصَّبِىِّ ، وَحَنَّكَهُ بِهِ ، وَسَمَّاهُ عَبْدَ اللَّهِ .
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa putera Abu Tholhah sakit. Ketika itu Abu Tholhah keluar, lalu puteranya tersebut meninggal dunia. Ketika Abu Tholhah kembali, ia berkata, “Apa yang dilakukan oleh puteraku?” Istrinya (Ummu Sulaim) malah menjawab, “Ia sedang dalam keadaan tenang.” Ketika itu, Ummu Sulaim pun mengeluarkan makan malam untuk suaminya, ia pun menyantapnya. Kemudian setelah itu Abu Tholhah menyetubuhi istrinya. Ketika telah selesai memenuhi hajatnya, istrinya mengatakan kabar meninggalnya puteranya. Tatkala tiba pagi hari, Abu Tholhah mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakan tentang hal itu. Rasulullah pun bertanya, “Apakah malam kalian tersebut seperti berada di malam pertama?” Abu Tholhah menjawab, “Iya.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu mendo’akan, “Allahumma baarik lahumaa, Ya Allah berkahilah mereka berdua.” Dari hubungan mereka tersebut lahirlah seorang anak laki-laki. Anas berkata bahwa Abu Tholhah berkata padanya, “Jagalah dia sampai engkau mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengannya.” Anas pun membawa anak tersebut kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ummu Sulaim juga menitipkan membawa beberapa butir kurma bersama bayi tersebut. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu mengambil anak tersebut lantas berkata, “Apakah ada sesuatu yang dibawa dengan bayi ini?” Mereka berkata, “Iya, ada beberapa butir kurma.” Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambilnya dan mengunyahnya. Kemudian beliau ambil hasil kunyahan tersebut dari mulutnya, lalu meletakkannya di mulut bayi tersebut. Beliau melakukan tahnik dengan meletakkan kunyahan itu di langit-langit mulut bayi. Beliau pun menamakan anak tersebut dengan ‘Abdullah.(HR. Bukhari no. 5470 dan Muslim no. 2144).
Dari Abu Musa, beliau berkata,
وُلِدَ لِى غُلاَمٌ فَأَتَيْتُ بِهِ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَسَمَّاهُ إِبْرَاهِيمَ وَحَنَّكَهُ بِتَمْرَةٍ
“(Suatu saat) aku memiliki anak yang baru lahir, kemudian aku mendatangi Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau memberi nama padanya dan beliau mentahnik dengan sebutir kurma.” (HR. Muslim no. 2145.).
Dari ‘Aisyah, beliau berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يُؤْتَى بِالصِّبْيَانِ فَيُبَرِّكُ عَلَيْهِمْ وَيُحَنِّكُهُمْ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam didatangkan anak kecil, lalu beliau mendoakan mereka dan mentahnik mereka.” (HR. Muslim no. 2147).
Banyak riwayat-riwayat tentang tahnik di zaman Rasulullah itu sehingga kita meyakini tahnik itu adalah sesuatu yang memang harus kita kerjakan untuk kebaikan bayi tersebut; untuk melindungi bayi dari kuman dan bakteri serta dari segala sesuatu yang membahayakan bayi.
Tahnik, selain dianjurkan dalam Syariat Islam, tetapi secara ilmiah juga sudah terbukti manfaatnya. Seorang dokter dari Semarang, dr. Susilo Rini telah membuat suatu penelitian, dimana penelitian itu menyimpulkan bahwa ada
stem cell[2] yang berada disekitar mulut bayi di tempat tumbuhnya gigi dan di langit-langit mulut. Hal itu berfungsi untuk mematangkan sistem imunitas secara alami dan mengendalikan sistem kekebalan tubuh. Jadi
stem cell ini secara alami tidak dapat berfungsi kecuali dengan
scrubbing atau menggosok-gosoknya di langit-langit mulut bayi.
Stem cell ini juga terdapat pada sinar matahari dan air susu ibu (ASI). Tetapi yang paling utama itu terdapat di langit-langit mulut bayi.
Kemudian, di dalam penelitian dr. Rini tersebut, ada suatu zat yang bernama sialic acid, zat ini berupa glikoprotein yang terkandung dalam air liur atau saliva yang berfungsi sebagai penghadang mikroba dan mampu mengikat virus serta bakteri.
Pada bayi jumlah sialic acid ini akan berfungsi dengan baik setelah sepuluh hari bayi baru lahir. Karena itulah diperlukan dari luar tubuh si bayi. Sebab, saat bayi itu baru lahir, hanya sedikit jumlahnya.
Bagaimana hubungannya dengan tahnik? Sebelum kita berbicara hubungannya antara stem cell, sialic aciddan tahnik, kita berbicara dahulu tentang kurma. Kurma itu adalah makanan yang tinggi kandungan karbohidratnya dan banyak vitamin-vitamin lain, dimana kita meyakini bahwa kurma itu adalah rajanya buah-buahan yang terbaik dan disukai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Buah kurma merupakan salah satu buah yang disebutkan beberapa kali di dalam Al-Qur’an.
Apabila kurma yang banyak kandungan karbohidrat ini dikunyah, lalu ia bercampur dengan ludah seseorang, maka akan berubah menjadi glukosa. Dimana glukosa ini sangat diperlukan untuk memberikan energi bagi sel-sel pertahan tubuh yang belum matang pada bayi dihari-hari pertama.
Pemberian kurma ini juga merupakan metode pematangan organ limfoid baik lokal maupun sistemik. Limfoiditu adalah kelenjar limfe yang berhubungan dengan sistem kekebalan tubuh.
Kurma juga kaya akan antioksidan
[3] dan antimikroba.
[4] Lantas bagaimana hubungan antara
stem celldengan
sialic acid dengan kurma? Semua itu dipadukan dalam suatu aktivitas yang bernama tahnik tadi. Jadi kurma dikunyah oleh seseorang tadi sampai lumat kemudian dikolohkan atau diputar dironggga mulutnya terutama ditekan pada langit-langit mulut bayi, kemudian sambil dido’akan keberkahan untuk bayi tersebut terutama oleh orang-orang yang shalih.
Dengan penjelasan di atas, maka benarlah firman Allah Ta’ala dalam surat Al-Maidah ayat 3:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu.” (Al-Maaidah: 3).
Jadi, kita apabila meyakini kesempurnaan Islam sudah seharusnya kita mengikuti segala perintahNya. Dengan adanya penelitian tentang tahnik, menjadi suatu masukan bagi kita bahwa sesungguhnya Islam itu bukan hanya untuk orang-orang yang cerdas atau orang yang pintar, tetapi juga untuk orang yang yakin dan taat. Karena tanpa penelitian ilmiah ini seharusnya sudah harus taat, apalagi setelah kita menemukan penelitian yang mengungkap berbagai manfaat tahnik. Sehingga lebih kuatlah keyakinan kita terhadap Islam sebagai dienyang sempurnya. Wallahu a’lam bish shawab.